salah satu hewan endemik sulawesi tengah

Jumat, 09 April 2010

TAMAN NASIONAL LORE LINDU

PERNAHKAH Anda mengunjungi taman nasional yang lebih menarik selain Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Taman nasional ini bukan hanya indah alamnya, melainkan juga menyimpan kekayaan flora, fauna, dan kebudayaan masa silam. Di sanalah petualangan yang sesungguhnya akan Anda alami. Penikmat alam sejati tentu tak akan melewatkan kunjungan ke sana.
Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) merupakan taman nasional di Indonesia yang terletak di provinsi Sulawesi Tengah dan salah satu lokasi perlindungan hayati Sulawesi. Taman Nasional Lore Lindu terletak sekitar 60 kilometer selatan kota Palu dan terletak antara 119°90’ - 120°16’ di sebelah timur dan 1°8’ - 1°3’ di sebelah selatan
Lore Lindu merupakan nama sebuah kawasan Taman Nasional di Sulawesi Tengah. Kawasan ini dideklarasikan sebagai Taman Nasional (TN) pada tahun 1993 melalui surat keputusan menteri kehutanan, SK No. 59/keputusan-II/1993.T aman Nasional ini secara resmi meliputi kawasan 217.991.18 ha (sekitar 1.2% wilayah Sulawesi yang luasnya 189.000 km² atau 2.4% dari sisa hutan Sulawesi yakni 90.000 km²)dengan ketinggian bervariasi antara 200 sampai dengan 2.610 meter diatas permukaan laut. Taman Nasional ini sebagian besar terdiri atas hutan pegunungan dan sub-pegunungan (±90%) dan sebagian kecil hutan dataran rendah (±10%).

Fungsi dan tujuan
Sejak rencana pendiriannya, TN Lore Lindu dipandang memiliki dua fungsi: yakni konservasi keanekaragaman hayati dengan pengelolaan sumber daya alam secara tepat guna. Bagaimanapendekatan ini dapat dilanjutkan dan dikembangkan di masa depan, sangat penting artinya bagi kebijakan perencanaan saat ini, dan secara drastis akan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan jangka panjang Taman Nasional ini. Selain untuk berekreasi mendaki gunung, memanjat tebing sambil menikmati panorama alamnya yang indah dan sejuk, juga menjadi obyek penelitian para peneliti dalam dan luar negeri.
Secara biogeografis kawasan ini merupakan daerah peralihan antara Zona Asia dan Zona Australia atau kita kenal dengan Garis Wallace (Wallace Line). Di Pulau Sulawesi, Wallace Line membentang dari Taman Nasional Nani Wartabone di Bolaangmongondou-Gorontalo (Sulut) hingga ke Donggala-Poso melintasi hutan TNLL dan terus sampai ke hutan-hutan tropis di Kendari, Sultra. TNLL seluas 229.000 hektare itu merupakan taman hutan rimba yang tergolong langka di abad ini. Karena kelangkaannya, kawasan ini telah diklaim menjadi milik dunia. Para peneliti asing yang pernah melakukan studi di hutan TNLL menjulukinya sebagai "paru-paru dunia" yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. TNLL juga dianggap "laboratorium alam" dunia bagi pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, budi daya, rekreasi dan pariwisata.

FLORA DAN FAUNA
Taman Nasional Lore Lindu memiliki berbagai tipe ekosistem yaitu hutan pamah tropika, hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan sampai hutan dengan komposisi jenis yang berbeda.
Sebagai kawasan hutan di zona transisi, TNLL memiliki potensi flora, fauna, dan ekosistem yang sangat spesifik pula. Di kawasan ini terdapat 266 jenis flora yang hidup pada ekosistem danau, padang rumput, dataran rendah pegunungan dan sub alpin. Beberapa jenis tumbuhan kayu langka terkenal adalah kayu cempaka (manglietia sp), kayu leda (eucaliptus deglupta), jenis rotan (calamus sp), jenis-jenis damar (agathis sp) dan beringin merah (litsea sp). Sedangkan fauna, tercatat 200 jenis, dan 37 jenis di antaranya termasuk fauna yang dilindungi dan 163 jenis belum dilindungi. Jenis satwa liar yang penting dan endemik Sulawesi terdapat dalam hutan TNLL, seperti anoa (babalus quarlesi dan babalus deppressicornis), rusa (cervus timorensis), babi rusa (babyrousa baburussa), kus-kus (phalanger celebensis dan phalanger ursianus), monyet hitam (macaca tonkeana), musang coklat (macrogalidia musschenbroeki), singapuar (tarsius spectrum) dan maleo (macrocephalon maleo). Ribuan serangga aneh dan cantik juga dapat dilihat di sekitar taman ini. Kupu-kupu berwarna mencolok yang terbang di sekitar taman maupun sepanjang jalan setapak dan aliran sungai juga layak Anda amati.

Obyek wisata andalan yang tersebar di sepanjang Tanah Lore yaitu obyek wisata bird watching di Padeha, air terjun di Wuasa dan Kolori, air panas di Watumaeta dan Lengkeka, camping ground di Wuasa, arung jeram di Sungai Lariang di Gintu, satwa liar rusa di Torire dan anoa di padang Lelio, Watumaeta, Wuasa serta satwa tarsius di Lengkeka dan juga situs batuan-batuan Situs Batu Megalith yang tersebar di lembah Bada dan Besoa. Di samping itu terdapat pula wisata budaya etnik lokal di lembah Napu dan Bada yang unik dan kaya dengan adat istiadat.
Kawasan ini termasuk juga wisata minat khusus dan selalu ada keinginan untuk berkunjung kembali ke kawasan nan indah ini. Tanah Lore yang cantik itu saat ini masih dikatakan benar-benar masih perawan. Untuk perjalanan darat dapat ditempuh sekitar 3,5 jam dari Palu atau sekitar 1,5 jam dari Poso.
(sumber Dephut Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam TTNLL dan bbtnllposo.wp)
Patung-patung megalit yang usianya mencapai ratusan bahkan ribuan tahun tersebar di kawasan Taman Nasional Lore Lindu seperti Lembah Napu, Besoa dan Bada. Patung-patung ini sebagai monumen batu terbaik diantara patung-patung sejenis di Indonesia. Ada 5 klasifikasi patung berdasarkan bentuknya:
Patung-patung batu: patung-patung ini biasanya memiliki ciri manusia, tetapi hanya kepala, bahu dan kelamin.
Kalamba: ini adalah bentuk megalit yang banyak ditemukan dan menyerupai jambangan besar. Mungkin ini adalah tempat persediaan air, atau juga tempat menaruh mayat pada upacara penguburan.
Tutu'na: ini adalah piringan-piringan dari batu, kemungkinan besar penutup kalamba.
Batu Dakon: batu-batu berbentuk rata sampai cembung yang menggambarkan saluran-saluran, lubang-lubang tidak teratur dan lekukan-lekukan lain.
5. Lain-lain: mortar batu, tiang penyangga rumah dan beberapa bentuk lain juga ditemukan.

Akses
Gerbang Taman Nasional Lore Lindu terletak di beberapa lokasi dan dapat dicapai dengan mobil. Beberapa gerbang tersebut adalah Kamarora berjarak 50 kilometer dari Palu dengan waktu tempuh 2,5 jam, Wuasa yang berjarak 100 kilometer dari Palu dengan waktu tempuh lima jam, dan Kulasi berjarak 80 kilometer dari Palu dengan waktu tempuh enam jam. Perjalanan di dalam kawasan taman nasional ini dilakukan dengan berjalan kaki atau naik kuda dengan rute Gimpu-Besoa-Bada selama tiga hari dan Saluki-Danau Lindu selama satu hari.

titrasi asan basa

BAB I
LANDASAN TEORI

Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentukanya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen.
Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsesntrasi asam atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dan mengukur volumenya secara pasti. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi perubahan warna indikator. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral).
BAB II
PRAKTIKUM

Tujuan Praktikum :
1. Untuk melatih keterampilan melakukan titrasi asam basa serta menentukan kadar asam cuka perdagangan yang terjual di pasaran.
2. Agar mengenal peralatan laboratorium secara nyata.
Alat :
1. Statif dan pegangan (klem)
2. Buret
3. Gelas Kimia / Beker gelas
4. Labu Erlenmeyer
5. Labu Reaksi 250 ml
6. Pipet tetes
7. Gelas Ukur atau pipet volumetric
8. Corong
9. Neraca Ohaus
Bahan :
1. Larutan NaOH 0,1 M
2. Larutan HCL 1 M
3. Cuka (CH3COOH) Merk : Naco 25 %
4. Air (H2O)
5. Indikator Fenolftealin (PP) mempunyai Trayek pH 8,0 – 9,6
Unjuk Kerja :
1. Menyiapkan alat serta bahan bahannya.
2. Merancang alat titrasi seperti Buret, statip, klem, sehingga tercipta alat titrasi siap guna.
3. Menyiapkan NaOH 0,1 yang baru (sekarang membuat sekarang digunakan) secukupnya
4. Menyediakan larutan HCl 1 M sebanyak 25 ml (untuk 5 kali percubaan)
5. Menyiapkan larutan Cuka Sampel (CH3COOH) merk Naco 25 %
6. Menyiapkan Indikator (pp) seperlunya.

Prosudur Titrasi HCl :
1. Mencuci buret dengan cara mengalirkan air bersih pada buret.
2. Memasukan larutan NaOH kedalam buret dengan corong
3. Mengukur larutan HCl dengan gelas ukur sebanyak 5 ml dan memasukanya kedalam labu Erlenmeyer
4. Menetesi Indikator PP 2 tetes dengan pipet tetes
5. Membaca skala Buret Awal
6. Letakan labu yang akan dititrasi.
7. Membuka kran pada buret secara perlahan sampai titran NaOH keluar.
8. Mengguncangkan selalu labu Erlenmeyer agar zat titran Bercampur dengan HCl sehingga menjadi zat titrat.
9. Setelah warna ada sedikit perubahan, mengurangi laju dari zat titran
10. Mengusahakan agar warna dari zat titrat semuda mungkin.
11. Setelah tercapai warna merah yang muda, Menghentikan titrasi
12. Membaca skala Buret Akhir.
13. Mengulang langkah 1 – 11 hingga 5 kali percubaan
14. Melaporkan hasil kegiatan
Prosudur Titrasi Cuka Sampel :
1. Mencuci buret dengan mengalirkan air pada buret
2. Mengambil larutan cuka sample sebanyak 10 ml menggunakan gelas ukur
3. Memasukan larutan cuka sample ke-dalam labu reaksi 250 ml
4. Menambah aquadest atau air sampai dengan batas dari labu reaksi 250ml
5. Mengguncangkan labu reaksi agar tercampunya larutan cuka sample dengan air.
6. Menuangkan larutan cuka sample yang telah diencerkan kedalam beker gelas
7. Memasukan larutan NaOH kedalam buret dengan corong
8. Mengukur larutan Cuka sample yang diencerkan dengan gelas ukur sebanyak 10 ml dan memasukanya kedalam labu Erlenmeyer
9. Menetesi Indikator PP 2 tetes
10. Membaca skala Buret Awal
11. Letakan labu yang akan dititrasi.
12. Membuka kran pada buret secara perlahan sampai titran NaOH keluar.
13. Mengguncangkan selalu labu Erlenmeyer agar zat titran Bercampur dengan Cuka sample sehingga menjadi zat titrat.
14. Setelah warna ada sedikit perubahan, mengurangi laju dari zat titran
15. Mengusahakan agar warna dari zat titrat semuda mungkin.
16. Setelah tercapai warna merah yang muda, Menghentikan titrasi
17. Membaca skala Buret Akhir.
18. Mengulang langkah 8 – 17 hingga 5 kali percubaan. Jka zat titran habis ulangi langkah ke-7
19. Menimbanglah Cuka dengan neraca ohaus untuk mencari Massa Jenis, dengan cara mengambil 10 mL cuka sample lalu memasukan kedalam gelas ukur dan menimbang. Setelah itu menimbang berat dari gelas ukur yang digunakan. Berat hasil dari timbangan di kurangkan dengan berat gelas ukur kemudian dibagi 10 mL untuk 1 mL.
20. Melaporkan hasil kegiatan
Dari seluruh kegiatan penggunaan alat untuk melakukan percobaan dangan zat yang berbeda saya selalu melakukan pencucian secara bersih agar zat lain tidak terkontaminasi atau bereaksi.
Menurut Teori :
Untuk Menentukan NaOH sebenarnya diperlukan :
Zat titrat NaOH yang digunakan : 0,1 M
Ma . x . va = Mb . n . vb
1 M . 1 .5mL = 0,1 M . 1 . vb
5 mL = 0,1 . vb
Vb = 5 / 0,1
= 50 mL NaOH
Jadi Untuk mentitrasi HCl 1 M memerlukan 50 mL NaOH 0,1M (menurut Teori)




Menurut dari hasil percobaan maka didapat hasil sebagai berikut:
Percobaan I
Ma . x . va = Mb . n . vb
Ma . 1 . 5 ml = 0,1 M . 1 . 48,5 ml
Ma . 5 ml = 4,85 mmol
Ma = 4,85 mmol/5 ml
= 0,97 M
Percobaan II
Ma . x . va = Mb . n . vb
Ma . 1 . 5 ml = 0,1 M . 1 . 48,4ml
Ma . 5 ml = 4,84 mmol
Ma = 4,84 mmol/5 ml
= 0,968 M
Percobaan III
Ma . x . va = Mb . n . vb
Ma . 1 . 5 ml = 0,1 M . 1 . 48,6 ml
Ma . 5 ml = 4,86 mmol
Ma = 4,86 mmol/5 ml
= 0,972 M
Percobaan IV
Ma . x . va = Mb . n . vb
Ma . 1 . 5 ml = 0,1 M . 1 . 48,3 ml
Ma . 5 ml = 4,83 mmol
Ma = 4,83 mmol/5 ml
= 0,966 M
Percobaan V
Ma . x . va = Mb . n . vb
Ma . 1 . 5 ml = 0,1 M . 1 . 48,5 ml
Ma . 5 ml = 4,85 mmol
Ma = 4,85 mmol/5 ml
= 0,97 M
rata-rata molar HCl = 0,97 M + 0,968 M + 0,972 M + 0,966 M + 0,97 M
5
= 0.9692 M
Ma . x . va = Mb . n . vb(rata-rata)
Ma . 1 . 5 ml = 0,1 M . 1 . 48,46 ml
Ma . 5 ml = 4,846 mmol
Ma = 4,846 mmol/5 ml
= 0.9692 M
Jadi dari seluruh kegiatan percobaan maka didapat konsentrasi HCl yaitu 0,9692 M
Selisih molaritas:
Selisih = M – M perc
= 1 M – 0,9692 M
= 0,0308 M
Dari selisih diatas terjadi sangat sedikit kesalahan ini dikarenakan karena :
1. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.
2. Adanya kebocoran pada alat titrasi
3. Kurang memadainya alat titrasi, terletak pada angka ketelitian alat.
4. Kurang tepatnya pada saat pembuatan HCl, dikarenakan pada HCl pekat tidak terdapat label yang menunjukan konsentrasi dari HCl.
5. Terjadi perubahan skala buret yang tak konstan
6. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator
Ternyata dari hasil titrasi yang dilakukan, didapat konsentrasi HCl yaitu 0,9692 M, sedangkan dari hasil pengenceran yang dilakukan diperoleh konsentrasi HCl yaitu 1 M. Terjadinya perbedaan konsentrasi tersebut, mungkin disebabkan oleh kurangnya ketelitian dalam pengenceran larutan sebab kadar dari larutan HCl pekat tidak diketahui dalam penentuan berapa volum HCl yang akan diencerkan dan hal tersebut dapat pula disebabkan oleh kekurangtelitian dalam melakukan proses titrasi

Pembahasan pembuktian kadar cuka yang beredar dipasaran :
Reaksi antara CH3COOH dan NaOH disajikan seperti di bawah ini:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O(l)
Dalam 10 ml larutan cuka terdapat mmol cuka sebesar:
mmol cuka (CH3COOH) = mmol NaOH (berdasarkan reaksi)
= 9,3 ml x 0,1 M
= 0,93 mmol.
Dalam 250 ml cuka ada = 250 ml/10ml x 0,93 mmol
= 23,25 mmol.
Dalam 10 ml cuka (CH3COOH) mengandung massa jenis sebesar = 0,98 gr/ml sehingga massa cuka dalam 10 ml adalah:
Berat cuka = massa jenis( ) . v
= 0,98 . 10 mL
= 9,8 gram
Dalam 10 ml cuka juga terdapat 23,25 mmol CH3COOH sehingga massa dari cuka tersebut dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan mol yaitu:
Mol = massa zat/Mr (untuk molekul)
23,25 mmol = massa zat/60 mgr/mmol
massa zat = 23,25 mmol x 60 mgr/mmol
= 1395 mgr = 1,395 gr
Jadi dalam 250 ml cuka terdapat 1395 mgr atau 1,395 gr cuka (CH3COOH).
Maka untuk menghitung kadar dari cuka sampel dapat dipergunakan persamaan sebagai berikut:
Kadar = massa zat hasil hitungan
massa zat semula
= 1,395 gr
9,8 gr
= 14,2 %
Jadi kadar cuka dalam cuka sampel adalah 14,2%.
Dalam hal ini terjadi juga kemungkinan terjadi suatu kekurangtelitian dalam percobaan dimana dalam label cuka sampel tertulis kadarnya sebesar 25% sedangkan kadar cuka yang didapat dari hasil titrasi adalah 14,2%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Perubahan skala buret yang tidak konstan.
2. Dalam produksi cuka tidak sesuai dengan label yang di siratkan pada label
3. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator.
4. Adanya perbedaan massa jenis yang mencolok dari masing-masing cuka sampel.
5. Kurang pastinya kadar dari setiap cuka sampel yang digunakan dalam titrasi.








BAB V
PENUTUP

Simpulan :
- Tujuan dari pada titrasi tidak lain dari pada netralisasi yaitu terjadi reaksi asam dengan basa dan untuk mencapai titik ekivalen.
- Perubahan skala buret yang tidak konstan.
- Dalam produksi cuka tidak sesuai dengan label yang di siratkan pada label
- Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator.
- Adanya perbedaan massa jenis yang mencolok dari masing-masing cuka sampel.
- Kurang pastinya kadar dari setiap cuka sampel yang digunakan dalam titrasi.
- Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.
- Kurang memadainya alat titrasi, terletak pada angka ketelitian alat.
- Kurang tepatnya pada saat pembuatan HCl, dikarenakan pada HCl pekat tidak terdapat label yang menunjukan konsentrasi dari HCl.

Demikianlah laporan praktikum saya. Dalam hasil laporan masih banya kukurangan maupun kesalahan yang disengaja maupun tak disengaja, maka dari pada itu pelapor mohon maaf apabila ada dari pembaca yang kurang berkenan terhadap laporan saya ini. Terimakasih.










DAFTAR PUSTAKA



Soma, Wayan. 2004. Panduan Belajar Kimia Kelas XI semester 2 Program Ilmu Pengetahuan Alam. Singaraja.
Nana Sutresna, Drs. 2003. Pintar Kimia Jilid 3 untuk SMU Kelas 3. Jakarta : Ganeca Exact.
Michael Purba, Drs. 1995. Ilmu Kimia untuk SMU Kelas 2 Jilid 2A. Jakarta : Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional (2003) Kurikulum 2004 Standar kompetensi mata Pelajaran kimia SMA dan Madrasah Aliyah. Jakarta : Depdiknas
www. E-dukasi.net
www.e-genius.org
Video pendidikan PUSTEKOM KIMIA

respirasi

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sejauh ini, penelitian merupakan suatu syarat pokok yang sesuai dengan pembelajaran bidang studi yang menganut sistem kurikulum berbasis kompetensi. Maka, kegiatan penelitian sangat dibutuhkan sebagai penunjang untuk membantu memperdalam pemahaman konsep. Biologi sebagai cabang dari ilmu sains merupakan ilmu pengetahuan yang sarat akan kegiatan penelitian sebagai sarana penunjang pemahaman, kemahiran berfikir kritis, kreatif, dan sistematis. Oleh sebab itu, penelitian biologi mengenai ‘respirasi pada hewan dan tumbuhan’ ini dibuat agar dapat memahami konsep dalam mengaplikasikan dan membuktikan teori-teori dari materi pembelajaran. Dengan adanya kegiatan penelitian ini, maka diharapkan dapat mempermudah pemahaman, membuktikan, serta mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan nyata.

B. Rumusan masalah
Berapa waktu yang dibutuhkan suatu organisme untuk melakukan respirasi?

C. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan suatu organisme untuk melakukan respirasi.

D. Manfaat
Agar peneliti mengetahui waktu yang dibutuhkan suatu organisme untuk melakukan respirasi.




BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian teori
Setiap sel hidup harus beraktivitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Untuk melaksanakan aktivitas tersebut, sel memerlukan energi dari luar tubuhnya. Sumber energi utama adalah cahaya matahari yang masuk ke ekosistem lalu diubah oleh tumbuh-tumbuhan melalui fotosintesis menghasilkan senyawa kimia (organik) berenergi tinggi.
Senyawa kimia berenergi tinggi ini dapat dimanfaatkan oleh sel setelah melalui tahapan-tahapan reaksi metabolik. Yaitu respirasi seluler dan jalur-jalur metabolik lain yang berkaitan. Jalur metabolik yang membebaskan energi denagn menguraikan senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dapat terjdi secara aerob, melalui respirasi seluler, dan dapat terjadi secara anaerob melalui fermentasi. Penguraian molekul besar setahap demi setahap memberikan suatu cara untuk mengubah energi menjadi ATP. Disamping itu, penguraian ini memberikan jalan untuk pembentukan molekul-molekul lain seperti protein, lemak, karotenoid, terpenoid, dan alkaloid melalui terbentuknya senyawa-senyawa perantara saat respirasi berlangsung.
Pada proses respirasi seluler, semua sel aktif melakukan respirasi terus menerus, menyerap O2 dan melepaskan CO2. Namun, respirasi bukan hanya sekedar pertukaran gas-gas. Proses keseluruhan respirasi adalah oksidasi-reduksi, yang mengoksidasi senyawa-senyawa menjadi CO2, sedangkan O2 yang diserap direduksi menjdi H2O. Reaksi oksidasi-reduksi membebaskan energi ketika elektron bergerak dari pembawa hidrogen menuju oksigen. Energi tersebut digunakan untuk sintesis ATP dengan mekanisme tertentu yang akan dijelaskan kemudian. Reaksi respirasi glukosa, misalnya dapat dituliskan sebagai berikut :
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + energi
Sebenarnya, respirasi tidak hanya terdiri ats 1 reaksi, tetapi terdiri atas 50 atau lebih reaksi, masing-masing dikatalisis oleh enzim-enzim berbeda.
Respirasi seluler terjadi melalui 3 tahap utama, yaitu :
1. glikolisis : proses pemecahan gula
2. siklus krebs
3. rantai angkutan elektron

Glikolisis dan siklus krebs adalah serangkaian reaksi pemecahan glukosa dan bahan bakar organik lain.glikolisis yang terjadi di sitoplasma memulai reaksi pemecahan dengan menguraiakan glukosa menjadi 2 molekul asam piruvat. Siklus krebs yang berlangsung dalam matriks mitikondria menguraikan asam pirovat menjadi produk akhir berupa CO2. pada tahap 3 respirasi, rantai angkutana elektron menerima elektrn-elektron yang berasal dari pemecahan produk-produk kedua tahap di atas (biasanya melalui NADH) dan melalui elektron-elektron tersebut dari 1 molekul ke molekul lain. Pada akhir rantai, elektron-elektron bergabung dengan ion hidrogren dan molekul oksigen membentuk air. Energi yang dibebaskan pada setiap tahapan digunakan untuk membentuk ATP. Modus pembentukan ATP disebut fosforilasi oksidatif karena diberi tenaga oleh reaksi redoks yang memindahkan elektron-elektron drai makanan ke oksigen.fosforilasi oksidatif membentuk hampir 90% dari ATP yang dihasilkan pada respirasi.
Sistem trakea serangga, yang terbuat dari pipa udara yang bercabang di seluruh tubuh, merupakan salah satu variasi dari permukaan respirasi internal yang melipat-lipat. Pipa terbesar, yang disebut trakea, membuka ke arah luar. Cabang yang paling halus menjulur dan memanjang ke permukaan hampir di setiap sel, di mana gas dipertukarkan melalui difusi melewati epitelium lembab yang melapisi ujung terminal sistem trakea. Dengan hampir semua sel tubuh terpapar ke medium respirasi, maka sistem sirkulasi terbuka pada serangga tidak terlibat dalam transpor oksigen dan karbon dioksida.
Bagi seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke dalam sistem trakea dan membuang cukup CO2 untuk mendukung respirasi seluler. Serangga yang lebih besar dengan kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan dan menggembungkan pipa udara seperti alat penghembus. Seekor serangga yang sedang terbang mempunyai laju metabolisme yang tinggi, dan mengkonsumsi 10 sampai 100 kali lebih banyak O2 dibandingkan dengan yang dikonsumsinya saat istirahat. Pada banyak serangga terbang, kontraksi dan relaksasi secara bergantian pada otot terbang akan memampatkan dan menggembingkan tubuh, yang secara cepat memompa udara melalui sistem trakea. Faktor lain yang juga mendukung laju metabolisme yang tinggi, adalah bahwa sel-sel otot terbang dibungkus dengan mitokondria, dan pipa trakea menyuplai oksigen yang mencukupi bagi tiap-tiap organel yang membangkitkan ATP ini. Dengan demikian, kita melihat sebuah hubungan langsung antara adaptasi sistem trakea dengan tema bioenergitika.

B. Kajian dan hasil penelitian
Kajian dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan ada perbedaan yang terjadi antara respirasi yang dilakukan oleh tumbuhan dan yang dilakukan oleh hewan. Ini dipengaruhi oleh oksigen yang dibutuhkan serangga dan tumbuhan.

C. Rumusan hipotesis
Hipotesis yang dapat diajukan dari pengamatan ini yaitu pada data yang diambil akan ada perbedaan antara kecepatan respirasi yang dilakukan oleh serangga dan tumbuhan. Serangga akan memiliki kecepatan respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan.



BAB 3
METODE PENELITIAN

Metode yang kami gunakan dalam melakukan penelitian ini adalah teknik observasi. Kami melakukan observasi di Desa Tuva Kecamatan Gumbasa Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.

A. Variabel dan definisi operasional variabel
Operasional variabel adalah penjelasan bagaimana variabel tersebut diukur. Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu menentukan variabel-variabel data yang akan dicari. Ini bertujuan agar arah penelitian menjadi jelas. Variabel-variabel data tersebut adalah sebagai berikut:
i. Variabel bebas (v. manipulasi) yaitu, berat serangga dan tumbuhan.
ii. Variabel terikat (v. respons) yaitu, kecepatan respirasi serangga dan tumbuhan.
iii. Variabel kontrol (v. tetap) yaitu, suhu lokasi pengamatan.
iv. Operasional variabel yaitu, kecepatan respirasi serangga dan tumbuhan dengan interval tertentu.

B. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian menggambarkan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Pada pengamatan pertama dilakukan pada serangga. Kemudian pengamatan kedua dilakukan pada tumbuhan. Ternyata ada perbedaan antara kecepatan antara respirasi pada tumbuhan dibandingkan hewan.

C. Sasaran penelitian
Membuktikan bahwa respirasi terjadi pada makhluk hidup (tumbuhan/hewan)

D. Instrumen (alat dan bahan)
1. Respirometer 1 buah
2. Vaselin
3. Kapas
4. KOH atau NaOH
5. Eosin
6. Jarum suntik
7. Serangga 1 ekor
8. 5gr bunga.

E. Prosedur pelaksanaan penelitian
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Memasukan kristal NaOH atau KOH yang telah dibungkus dengan kapas ke dalam respirometer.
3. Memasukkan 2 ekor serangga hidup ke dalam respirometer tersebut.
4. mengolesi vaselin pada sambungan respirometer tersebut.
5. Memasukkan eosin pada ujung respirometer.
6. mengamati apa yang terjadi pada serangga.
7. mengulangi kegiatan no 2-6 untuk percobaan pada tumbuhan.


F. Rencana analisis data
Dari data yang akan dikumpulkan, maka peneliti akan menganalisis data tersebut menggunakan teori-teori yang berkaitan dengan respirasi seluler yang dilakukan oleh tumbuhan dan hewan.

BAB 4
DATA DAN PEMBAHASAN

A. Interpretasi Data

Nama/Jenis tumbuhan : daun
Jumlah/berat helai daun : 15 g




Nama/Jenis Hewan : Belalang daun
Jumlah/berat hewan s : 11 g



C. Pembahasan
Proses respirasi terjadi pada semua makhluk hidup. Namun laju respirasi yang dilakukan oleh hewan (dalam hal ini serangga) dan tumbuhan berbeda. Kebutuhan energi

D. Uji hipotesis
Dari rumusan hipotesis yang telah diajukan sebelumnya, maka terbukti bahwa ada perbedaan antara kecepatan respirasi yang dilakukan oleh serangga dan tumbuhan. Serangga akan memiliki kecepatan respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan.

Kesimpulan
Respirasi dari setiap mahluk hidup berbeda-beda dalam hal tingkat kebutuhan energinya. Massa dari mahluk hidup tersebut mempengaruhi kebutuhan oksigen sebagai bahan utama yang dibutuhkan saat respirasi


Saran
Dalam penelitian ilmiah ini, masih ada begitu banyak kekeliruan dan kekurangan yang mungkin terjadi baik itu ketika proses pengambilan data maupun proses analisanya. Pada proses pengambilan data misalnya, mungkin ada variabel-variebel lain yang mempengaruhi lamanya putri malu mengatup. Saran kami sebagai penyusun untuk para pembaca yang akan melakukan penelitian ilmiah yang sama, agar memperhatikan setiap prosedur yang tertera dan hal yang terpenting adalah memastikan agar variabel lain tidak mempengaruhi hasil penelitian ilmiah.